<script data-ad-client="ca-pub-5711100486565833" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script> AGUNG KURNIAWAN

Jumat, 08 Juli 2022

3.3.a.10 Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

 

3.3.a.10. Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

1. Aksi Nyata Modul 3.1

SARASEHAN BERBAGI ILMU DAN PENGALAMAN DIKLAT CGP

1.1 Peristiwa (Fact)

a.      Latar Belakang Program

Buku adalah jendela ilmu pengetahuan dan kegiatan membaca buku merupakan suatu cara untuk membuka jendela tersebut agar kita bisa memperoleh banyak ilmu pengetahuan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata anggapan ini salah. Masih banyak jendela ilmu pengetahuan selain buku yang dapat dijadikan sebagai sumber bacaan atau literasi. Melalui kegiatan literasi secara online, diskusi, observasi, maupun praktikum, maka kita dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat membawa perubahan terhadap diri kita.

Ilmu tidak akan bermakna jika kita tidak membaginya dan mengamalkannya. Ilmu akan lebih kita pahami jika kita mampu membaginya pula kepada rekan lainnya. Pada dasarnya ilmu adalah sesuatu yang akan dapat lebih berkembang jika selalu kita gunakan dan kita bagi dengan sesama. Tidak dapat kita pungkiri, apabila kita memahami sebuah materi dan materi itu hanya kita pahami tanpa kita asah lagi dengan mempelajari ulang dan mengamalkannya, maka materi itu tanpa kita sadari lama kelamaaan akan hilang dan kita lupakan. Hal ini yang mendasari saya untuk melakukan kegiatan sarasehan ataupun diskusi kecil dengan rekan guru mengenai ilmu yang saya dapat selama mengikuti Diklat Calon Guru Penggerak. Sarasehan merupakan suatu kegiatan yang saya lakukan sesuai dengan peran saya sebagai guru penggerak, yaitu mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kompetensi dan kematangan diri demi mendukung pembelajaran murid. Dengan mengadakan program ini secara tidak langsung saya akan lebih termotivasi untuk mempelajari materi yang telah saya pelajari pada Diklat Calon Guru Penggerak lebih mendalam lagi.

b.      Proses Berjalannya Aksi Nyata

Program kegiatan berbagi ilmu ini saya lakukan melalui kegiatan sarasehan, dimana kegiatan ini saya lakukan disaat ada waktu luang. Dalam berbagi ilmu ini kegiatan saya lakukan dengan santai, yaitu saat sedang mengobrol dengan teman dan disela-sela kegiatan meeting. Alasan kenapa saya memilih kegiatan yang bersifat non formal adalah karena pada dasarnya saya dan rekan-rekan semua mempunyai kemampuan yang sama, hanya saja bisa dikatakan saya mendapatkan ilmu ini lebih dahulu. Sehingga saya merasa tidak pantas jika saya melakukan sharing ilmu dengan kegiatan formal yang terkesan saya menggurui rekan guru. Selain itu dengan kegiatan yang santai ilmu lebih mudah ditangkap, hal ini terbukti dengan rekan guru yang antusias juga untuk mempraktikkan ilmu yang mereka dapatkan.

Kegiatan sarasehan ini saya lakukan dengan memberikan materi selama saya mengikuti Diklat Calon Guru Penggerak. Dalam kegiatan sarasehan ini kami juga melakukan diskusi dan tanya jawab terkait materi yang saya sampaikan. Pada kegiatan sarasehan ini salah satu ilmu yang saya bagikan adalah pengambilan keputusan menggunakan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan pada salah satu kasus yang saya hadapi di sekolah dimana saya berperan sebagai pemimpin pembelajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya materi ini menjadi salah satu materi yang sangat diminati oleh teman-teman saya. Karena selama ini sebagai pengambil keputusan dalam pembelajaran, kami sejujurnya tidak memperdulikan langkah-langkah dalam pengambilan keputusan, dalam pengambilan keputusan kami hanya mempertimbangkan dampak terbaik dan terburuk dari keputusan yang akan kami ambil.

    

Video Aksi Nyata:


c.      Dampak Aksi Nyata

Program sarasehan berbagi ilmu dan pengalaman diklat CGP ini sangat berdampak positif bagi teman-teman saya. Setelah adanya program ini banyak teman-teman yang tertarik untuk mengikuti Diklat Calon Guru Penggerak dengan alasan banyak ilmu dan pengalaman baru yang didapatkan selama mengikuti Diklat Calon Guru Penggerak. Selain itu dengan adanya sharing ilmu ini, kami semakin semangat untuk dapat mengembangkan program sekolah yang dapat memajukan mutu pendidikan di sekolah kami. Semangat itu muncul seiring dengan banyaknya ilmu yang kami diskusikan selama sarasehan berlangsung. Teman-teman juga sangat bersemangat untuk mempraktikkan ilmu yang kami diskusikan saat sedang melakukan pembelajaran ataupun menjalankan tugas tambahan di sekolah.

 

1.2 Perasaan (Feeling)

Dalam merencanakan aksi nyata berupa berbagi ilmu dengan rekan sejawat saya sangat senang karena dengan mengikuti program guru penggerak inilah saya dapat dengan percaya diri merencanakan kegiatan berbagi ilmu melalui kegiatan sarasehan diwaktu luang. Kegiatan sarasehan saya lakukan diwaktu luang secara santai sambil bercanda namun tetap dalam koridor berbagi ilmu. Setelah kegiatan berbagi ilmu dan pengalaman selama mengikuti program diklat CGP kepada rekan sejawat selesai, perasaan puas tentulah muncul dalam benak saya karena saya telah menunaikan kewajiban saya sebagai pendidik dan orang yang berilmu untuk tetap selalu berbagi dengan rekan sejawat, karena ilmu menjadi sangat bermanfaat apabila kita bagi dengan sesama guru untuk memajukan pendidikan di Indonesia.

 

1.3 Pembelajaran (Finding)

          Dalam melaksanakan aksi nyata berupa berbagi ilmu dengan teman sejawat terkait dengan pembelajaran yang didapat selama mengikuti diklat CGP ternyata tersirat beberapa hal yang sangat bermakna sebagai seorang guru dalam mengelola pembelajaraan dan memajukan pendidikan, yaitu: 1. perlunya kolaborasi atau kerjasama dalam mengelola pembelajaran, 2. sangat perlu adanya komunitas praktisi sesama guru mapel untuk mengelola pembelajaran, 3.sangat perlunya keterampilan sosial emosional dalam mensikapi hal-hal baru dalam pembelajaran.

 

1.4 Penerapan ke Depan (Future)

          Kegiatan berbagi ilmu dengan rekan sejawat ternyata sangat memberikan manfaat dalam perbaikan mutu pembelajaran, sehingga kedepan sangat diperlukan dan diperhatikan keterampilan dalam menyampaikan hal-hal yang baru dan ketrampilan sosial emosional sehingga rekan sejawat menjadi tertarik dengan kegiatan positif yang kita lakukan dan ilmu yang kita berikan menjadi bermakna bagi teman sejawat. Dengan demikian ilmu yang kita berikan akan semakin bermanfaat untuk memperbaiki mutu pembelajaran dan memajukan pendidikan pada umumnya.


2. Aksi Nyata Modul 3.2

PRAKARSA PERUBAHAN “ PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN”

 2.1 Peristiwa (Fact)

  1. Latar Belakang Program

Setiap sekolah mempunyai aset yang berbeda dan dapat dikembangkan sebagai upaya dalam memajukan pendidikan. Aset/modal yang dimiliki oleh sekolah saya adalah modal manusia berupa guru yang kreatif dan cakap IT, serta murid yang mandiri dan cerdas. Modal fisik berupa ruang kelas, wifi, listrik, laboratorium, meja, kursi, aula/gedung olahraga, lapangan upacara, LCD dan lain-lain. Selain itu dari sisi modal lingkungan, sekolah saya mempunyai lingkungan yang asri.  Lingkungan sekolah yang asri ini dapat digunakan murid untuk melakukan pengamatan terhadap objek-objek di lingkungan sekolah dalam melakukan pembelajaran. Dengan aset yang dimiliki sekolah saya ini lah yang mendasari saya untuk membuat prakarsa perubahan berupa “Pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan”.

 

  1. Proses Berjalannya Aksi Nyata

Kegiatan saya awali dengan berdiskusi dengan Kepala Sekolah tentang aset sekolah, Dalam kesempatan ini saya dan Kepala Sekolah berdiskusi tentang aset-aset yang dimiliki dan dapat dikembangkan di sekolah kami. Dengan mengetahui aset-aset tersebut maka saya menyusun prakarsa perubahan yang akan saya jalankan di sekolah saya dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah saya. Melalui kegiatan diskusi ini kami juga memetakan aset yang dimiliki murid. Murid merupakan objak utama dalam sistem pembelajaran, sehingga dalam menyusun sebuah program kita harus mengetahui aset yang dimiliki oleh murid terlebih dahulu.

Langkah selanjutnya adalah mencari contoh nyata penerapan pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan, serta menggali potensi diri dalam mengorganisasi kelas dan  menerapkan keterampilan pedagogik dalam pengelolaan kelas. Kegiatan literasi yang saya lakukan untuk mencari contoh nyata penerapan pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan adalah dengan melalui sumber online berupa artikel  di internet terkait dengan kegiatan tersebut. Setelah mendapatkan gambaran pembelajaran, kemudian saya menyusun rencana pembelajaran dilanjutkan dengan menerapkanya di dalam kelas. Pembelajaran yang saya lakukan adalah murid dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil dimana masing-masing kelompok diberikan sebuah kasus yang berbeda. Dalam penyelesaian kasus tersebut masing-masing kelompok diberikan kebebasan dalam menggunakan cara yang sesuai dengan kreativitas mereka untuk dapat menemukan solusi dari kasus yang diberikan dengan penerapan konsep secara faktual berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari.  Dalam kegiatan pembelajaran saya meminta rekan guru / kepala sekolah / pengawas untuk mengobservasi, sehingga saya dapat mengevaluasi pembelajaran yang saya lakukan.  Langkah akhir setelah pelaksanaan program adalah saya mensosialisasikan hasil karya murid kepada rekan guru sebagai upaya mengapresiasi kreatifitas dari murid.


Video Aksi Nyata:


c.      Dampak Aksi Nyata

Dengan penerapan pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan ini terlihat bahwa pembelajaran menjadi lebih menarik dan murid menjadi lebih antusias dalam pembelajaran. Dalam setiap kegiatan pembelajaran terlihat bahwa murid lebih semangat untuk mengikuti semua proses pembelajaran. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap pemahaman murid terhadap materi yang diberikan. Semua ini terbukti dengan nilai dari murid lebih baik dari nilai pembelajaran sebelumnya.

2.2 Perasaan (Feeling)

Dalam merencanakan aksi nyata berupa Prakarsa Perubahan “Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Berwawasan Lingkungan” saya merasa sangat senang dan merasa tertantang karena prakarsa perubahan dengan langkah BAGJA merupakan hal baru yang saya implementasikan langsung dalam pembelajaran bersama dengan murid. Dalam pembuatan prakarsa perubahan dengan langkah BAGJA sangat memerlukan ketelitian dan kecermatan sehingga apa yang saya rencanakan nantinya dapat terlaksana dengan baik.

 

2.3 Pembelajaran (Finding)

          Dalam melaksanakan aksi nyata berupa Prakarsa Perubahan “Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Berwawasan Lingkungan” terdapat kendala diantaranya adalah waktu pelaksanaan program yang secara real berbenturan dengan kegiatan siswa pasca penilaian akhir tahun, sehingga secara teknis kegiatan siswa di sekolah termasuk dalam minggu yang tidak efektif dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga saya harus melakukan pendekatan secara personal kepada ketua kelas dari kelas VIII C dan VIII F untuk saya berikan materi terkait dengan aksi nyata saya ini. Dengan demikian aksi nyata berupa prakarsa perubahan penerapan pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan dapat berjalan dengan lancar. Pembelajaran yang saya dapatkan dari aksi nyata ini bahwasanya setiap pembelajaran yang bermutu pasti memerlukan persiapan yang bermutu pula, namun tidak lepas pula dari kreatifitas guru dalam mengemas pembelajaran sehingga siswa merasa tertarik dan berkolaborasi dengan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

 

2.4 Penerapan ke Depan (Future)

          Kegiatan aksi nyata berupa Prakarsa Perubahan “Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Berwawasan Lingkungan” memberikan manfaat dalam perbaikan mutu pembelajaran, sehingga kedepan sangat diperlukan dan diperhatikan keterampilan guru dalam merencanakan pembelajaran, berkolaborasi dengan murid dalam membuat program pembelajaran yang sesuai dengan konsep diferensiasi pembelajaran sehingga siswa dilatih untuk terus aktif, berkreasi sesuai dengan kemampuan mereka terkait dengan pembelajaran yang berwawasan lingkungan.


3. Aksi Nyata Modul 3.3

PENGELOLAAN PROGRAM  “ PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN”

 3.1 Peristiwa (Fact)

  1. Latar Belakang Program

Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan yang memerdekakan. Tujuan dari pendidikan adalah kemerdekaan. Merdeka berarti setiap murid bisa memilih gaya belajar seperti apa saja, menggunakan media apa saja, dan belajar sesuai dengan minat mereka. Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid,  kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Hal ini yang mendasari saya dalam menyusun program pengembangan yang berdampak pada murid yaitu “Pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan” dengan melibatkan murid dalam menyusun program. Program ini juga sebagai tindak lanjut dari prakasa perubahan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan disekolah saya.

 

  1. Proses Berjalannya Aksi Nyata

Kegiatan yang saya lakukan adalah menyusun program kegiatan dengan mengajak murid berdiskusi tentang pembelajaran yang mereka inginkan. Dalam kesempatan ini murid dituntun untuk dapat mengutarakan suaranya terkait pembelajaran yang mereka inginkan. Setelah murid menyatakan suaranya, kemudian murid diberikan kesempatan untuk memilih jenis pembelajaran yang akan mereka lakukan sesuai dengan minat mereka. Dari pilihan murid ini maka pembelajaran dilakkukan secara deferensiasi. Adapun diferensiasi yang dilakukan dalam pembelajaran adalah diferensiasi proses, dimana proses pembelajaran yang dilakukan adalah diskusi, belajar di alam, serta literasi. Dengan pembelajaran yang berdeferensiasi ini maka murid akan lebih aktif dan kreatif, serta memanfaatkan lingkungan sebagai bahan belajar. Materi pembelajaran yang saya bahas bersama dengan murid adalah terkait dengan tema Klasifikasi pada Tumbuhan dengan produk akhir adalah siswa menghasilkan karya berupa Herbarium atau awetan tumbuhan yang dikeringkan kemudian ditempel pada permukaan sterofoam. Di akhir pembelajaran murid diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil karya ataupun hasil penelitianya. Hasil karya ataupun hasil penelitian murid ini juga saya sosialisasikan kepada rekan guru lain, sebagai upaya mempromosikan kepemilikan murid.

Urutan gambar-gambar dibawah menjelaskan adanya aktifitas saya sebagai guru dalam melakukan diskusi bersama dengan siswa terkait dengan pembelajaran yang mereka inginkan, diantaranya saya menuntun murid untuk menyatakan suaranya, menyatakan pilihannya, dan juga mempromosikan kepemilikan siswa terhadap teman sejawat selaku guru juga.

Video Aksi Nyata:



c. Dampak Aksi Nyata

Dengan program kegiatan yang melibatkan murid dalam penyusunannya ini terlihat bahwa murid lebih antusias dan bertanggungjawab atas pembelajaran yang mereka lakukan.  Hal ini tentunya berpengaruh terhadap hasil belajar murid, dimana hasil belajar murid menunjukkan peningkatan dibandingkan hasil pembelajaran sebelumnya. Selain itu dengan terlaksananya program ini juga memberikan motivasi terhadap guru lain untuk mengembangkan pembelajarannya sebaik mungkin.

 

3.2 Perasaan (Feeling)

Dalam merencanakan aksi nyata berupa Pengelolaan Program “Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Berwawasan Lingkungan” saya merasa sangat senang dan merasa bangga dengan keaktifan dan kreatifitas murid selama pembelajaran saat berdiskusi dalam penyampaian minat belajar mereka. Dalam pelaksanan aksi nyata murid sangat asik dan senang dengan pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan minat mereka, terlebih lagi dengan murid yang suka belajar dialam merasa sangat senang karena jarang bapak dan ibu guru mengajak mereka untuk belajar di alam atau lingkungan sekitar sehingga mereka berkomentar agar pembelajaran seperti yang saya lakukan ini sering-sering dilakukan bapak dan ibu guru. Saya sendiri sebagai guru juga merasa sangat lega karena melihat murid yang begitu antusias dalam melakukan pembelajaran.

 

3.3 Pembelajaran (Finding)

          Dalam melaksanakan aksi nyata berupa Pengelolaan Program “Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Berwawasan Lingkungan” dapat saya ambil pelajaran bahwasanya pembelajaran yang mengedepankan keaktifan murid akan terasa menarik, sehingga murid merasa bahwa mereka dapat menjadi manusia seutuhnya yang belajar sesuai dengan gaya mereka dan minat mereka. Selain itu murid yang kreatif juga lahir dari guru yang kreatif pula dalam mengemas pembelajaran yang berpusat pada murid. Dengan demikian perbaikan mutu pembelajarn dapat tercapai jika ada kesamaan kreatifitas antara guru dengan murid.

 

3.4 Penerapan ke Depan (Future)

          Kegiatan aksi nyata berupa Pengelolaan Program “Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Berwawasan Lingkungan” memberikan manfaat dalam perbaikan mutu pembelajaran, sehingga kedepan kreatifitas guru dan siswa dangat dituntut dalam pembelajaran yang berpusat pada murid.  Kedepannya pembelajaran yang aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan merupakan salah satu program pembelajaran yang dapat menjadi solusi dan perbaikan masalah pembelajaran, karena kita tahu bahwa pasca pandemi Covid-19 pembelajaran mengalami degradasi atau lost learning dan diharapkan pembelajaran seperti ini dapat memberikan solusi terhadap masalah pembelajaran atau lost learning, karena dalam pembelajaran ini profil pelajar pancasila muncul dalam kegiatan siswa yang aktif dan kreatif. Kedepannya sangat diharapkan dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia.

Ketiga aksi nyata yang telah saya lakukan memberikan pengalaman dan pembelajaran bagi saya dalam megembangkan diri untuk memajukan mutu pendidikan di sekolah saya. Dalam melakukan sarasehan bersama rekan sejawat, saya sangat senang karena dengan ilmu yang saya bagikan tersebut, rekan guru terlihat begitu antusias untuk mempraktikkannya didalam mengelola pembelajaran. Kegiatan prakarsa perubahan serta pengembangan program yang berpihak pada murid juga membuat saya semakin bersemangat dalam menyusun program pembelajaran yang lebih bermakna sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu pendidikan disekolah saya. Melalui ketiga aksi nyata yang saya lakukan, saya dapat mengambil pelajaran bahwasanya ilmu itu perlu kita bagi, kita tidak bisa meningkatkan mutu pendidikan tanpa peran serta rekan guru yang lain. Selain itu pelajaran yang saya dapatkan adalah murid pada dasarnya mempunyai keinginan atas apa yang akan mereka jalani, dengan melibatkan murid dalam menyusun sebuah program kegiatan, maka program tersebut akan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Akan tetapi selama menjalankan aksi nyata keberanian murid dalam menyampaikan pendapat masih kurang, sehingga hal inilah yang harus ditingkatkan untuk kedepanya dengan melatih murid untuk berani mengemukakan pendapat.

Berikut ini adalah video refleksi aksi nyata modul 3 yang saya lakukan:



Sekian dan terima kasih telah berkunjung ke blog saya. Salam hangat dan sukses selalu



Sabtu, 18 Juni 2022

3.3.a.10. Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Ilmu tidak akan bermakna jika kita tidak membaginya dan mengamalkannya. Hal ini yang mendasari saya untuk melakukan kegiatan sarasehan ataupun diskusi kecil dengan rekan guru mengenai ilmu yang saya dapat selama mengikuti Diklat Calon Guru Penggerak. Kegiatan ini saya lakukan disaat ada waktu luang. Dalam berbagi ilmu ini kegiatan saya lakukan dengan santai, yaitu saat sedang mengobrol dengan teman dan disela-sela kegiatan meeting. Alasan kenapa saya memilih kegiatan yang bersifat non formal adalah karena pada dasarnya saya dan rekan-rekan semua mempunyai kemampuan yang sama, hanya saja bisa dikatakan saya mendapatkan ilmu ini lebih dahulu. Sehingga saya merasa tidak pantas jika saya melakukan sharing atau berbagi ilmu dengan kegiatan formal yang terkesan saya menggurui rekan guru. Selain itu dengan kegiatan yang santai ilmu lebih mudah ditangkap, hal ini terbukti dengan rekan guru yang antusias juga untuk mempraktikkan ilmu yang mereka dapatkan. Pada kegiatan sarasehan ini salah satu ilmu yang saya bagikan adalah pengambilan keputusan menggunakan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan pada salah satu kasus yang saya hadapi di sekolah dimana saya berperan sebagai pemimpin pembelajaran.

Aksi Nyata Modul 3.1

Setiap sekolah mempunyai aset yang berbeda dan dapat dikembangkan sebagai upaya dalam memajukan pendidikan. Aset/modal yang dimiliki oleh sekolah saya adalah modal manusia berupa guru yang kreatif dan cakap IT, serta siswa yang mandiri dan cerdas. Modal fisik berupa ruang kelas, wifi, listrik, laboratorium, meja, kursi, aula/gedung olahraga, lapangan upacara, LCD dan lain-lain. Selain itu dari sisi modal lingkungan, sekolah saya mempunyai lingkungan yang asri. Lingkungan sekolah yang asri ini dapat digunakan siswa untuk melakukan pengamatan terhadap objek-objek di lingkungan sekolah dalam melakukan pembelajaran. Dengan aset yang dimiliki sekolah saya ini lah yang mendasari saya untuk membuat prakarsa perubahan berupa “Pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan”. Kegiatan saya awali dengan berdiskusi dengan Kepala Sekolah tentang aset sekolah, kemudian memetakan aset yang dimiliki siswa. Langkah selanjutnya adalah mencari contoh nyata penerapan pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan, serta menggali potensi diri dalam mengorganisasi kelas dan menerapkan keterampilan pedagogik dalam pengelolaan kelas. Setelah mendapatkan gambaran pembelajaran, kemudian saya menyusun rencana pembelajaran dilanjutkan dengan menerapkanya di dalam kelas. Pembelajaran yang saya lakukan adalah siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil dimana masing-masing kelompok diberikan sebuah kasus yang berbeda. Dalam penyelesaian kasus tersebut masing-masing kelompok diberikan kebebasan dalam menggunakan cara yang sesuai dengan kreativitas mereka untuk dapat menemukan solusi dari kasus yang diberikan dengan penerapan konsep secara faktual berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari. Dalam kegiatan pembelajaran saya meminta rekan guru / kepala sekolah / pengawas untuk mengobservasi, sehingga saya dapat mengevaluasi pembelajaran yang saya lakukan. Dengan penerapan pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan ini terlihat bahwa pembelajaran menjadi lebih menarik dan murid menjadi lebih antusias dalam pembelajaran.

Aksi Nyata Modul 3.2

Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Hal ini yang mendasari saya dalam menyusun program pengembangan yang berdampak pada murid yaitu “Pembelajaran aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan” dengan melibatkan murid dalam menyusun program. Program ini juga sebagai tindak lanjut dari prakasa perubahan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan disekolah saya. Kegiatan yang saya lakukan adalah menyusun program kegiatan dengan mengajak murid berdiskusi tentang pembelajaran yang mereka inginkan. Setelah murid menyatakan suaranya, kemudian murid diberikan kesempatan untuk memilih jenis pembelajaran yang akan mereka lakukan sesuai dengan minat mereka. Dari pilihan murid ini maka pembelajaran dilakukan secara berdiferensiasi. Dengan pembelajaran yang berdiferensiasi ini maka murid akan lebih aktif dan kreatif, serta memanfaatkan lingkungan sebagai bahan belajar. Diakhir pembelajaran murid diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil karya ataupun hasil penelitianya. Hasil karya ataupun hasil penelitian murid ini juga saya sosialisasikan kepada rekan guru lain, sebagai upaya mempromosikan kepemilikan murid. Dengan program kegiatan yang melibatkan murid dalam penyusunannya ini terlihat bahwa murid lebih antusias dan bertanggungjawab atas pembelajaran yang mereka lakukan dan hasil belajar murid juga meningkat.

Aksi Nyata Modul 3.3

Ketiga aksi nyata yang telah saya lakukan memberikan pengalaman dan pembelajaran bagi saya dalam mengembangkan diri untuk memajukan mutu pendidikan di sekolah saya. Dalam melakukan sarasehan bersama rekan sejawat, saya sangat senang karena dengan ilmu yang saya bagikan tersebut, rekan guru terlihat begitu antusias untuk mempraktikkannya didalam mengelola pembelajaran. Kegiatan prakarsa perubahan serta pengembangan program yang berpihak pada murid juga membuat saya semakin bersemangat dalam menyusun program pembelajaran yang lebih bermakna sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu pendidikan disekolah saya. Melalui ketiga aksi nyata yang saya lakukan, saya dapat mengambil pelajaran bahwasanya ilmu itu perlu kita bagi, kita tidak bisa meningkatkan mutu pendidikan tanpa peran serta rekan guru yang lain. Selain itu pelajaran yang saya dapatkan adalah murid pada dasarnya mempunyai keinginan atas apa yang akan mereka jalani, dengan melibatkan murid dalam menyusun sebuah program kegiatan, maka program tersebut akan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Akan tetapi selama menjalankan aksi nyata keberanian murid dalam menyampaikan pendapat masih kurang, sehingga hal inilah yang harus ditingkatkan untuk kedepannya dengan melatih murid untuk berani mengemukakan pendapat. Dengan demikian keaktifan dan kreatifitas siswa dapat ditingkatkan untuk memajukan mutu pembelajaran.
Refleksi dari kegiatan aksi nyata dapat dilihat pada video berikut ini :

Kamis, 19 Mei 2022

3.2.a.7. Demonstrasi Kontekstual - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

Pemetaan Aset / Sumber Daya di Sekolah

Mind Map / Peta Konsep Aset Sumber Daya SMP Negeri 1 Jatipuro

Sekolah merupakan salah satu bentuk miniatur sebuah komunitas di dalam masyarakat. Komunitas ekosistem sekolah tersusun dari 7 aset utama. Ketujuh aset pembentuk komunitas ekosistem sekolah tersebut yang pertama adalah modal manusia, dimana modal manusia menjadi modal utama dalam sebuah komunitas ekosistem sekolah. Modal manusia yang dimiliki oleh sekolah saya adalah kecakapan berkomunikasi antar warga sekolah, siswa yang mandiri dan cerdas, guru yang kreatif dan cakap IT, serta kepala sekolah yang bijaksana dan terbuka terhadap perubahan. Banyak prestasi yang telah dicetak oleh siswa maupun guru di sekolah saya. Prestasi tersebut dalam bidang akademik maupun non akademik. Prestasi yang ditoreh siswa diantaranya dari kegiatan pramuka, lomba FLS2N, dan lomba Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Seni Islami (MAPSI). Dengan karakter siswa yang mandiri sangat mendukung dengan kegiatan pramuka di sekolah saya sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan banyak prestasi. Selain itu siswa di sekolah saya juga merupakan siswa yang cerdas, cerdas tidak hanya di bidang akademik tapi juga di bidang non akademik. Hal ini terbukti dengan prestasi yang diperoleh pada kegiatan FLS2N dan lomba MAPSI serta sekolah saya menjadi sekolah favorit dan masuk peringkat 10 besar SMP/MTs se Kabupaten Karanganyar. Semua ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kami warga sekolah. Banyak juga prestasi yang ditorehkan oleh guru-guru di sekolah saya. Ini terlihat dari banyaknya karya ilmiah dan publikasi ilmiah yang dilakukan oleh guru di sekolah saya. Kerja sama, toleransi, dan rasa kekeluargaan juga terjalin dengan baik antar warga sekolah. Semua ini menjadi faktor utama yang dapat mendukung kemajuan dan terwujudnya visi dan misi sekolah.

Kegiatan Upacara Bendera

Guru dan Karyawan SMP Negeri 1 Jatipuro

Penyerahan Piala Lomba MAPSI oleh Kadisdikbud Kab. Karanganyar

Aset yang kedua adalah modal sosial yang merupakan norma dan aturan yang mengikat warga sekolah, sebagai contoh dari modal sosial adalah terbentuknya asosiasi seperti MGMP sekolah yang melakukan kegiatan musyawarah komunitas praktisi guru mapel IPA, OSIS dan pramuka yang melakukan kegiatan pengumpulan dana sosial, kegiatan sosial lainnya seperti pembagian takjil dan pembagian zakat fitrah untuk masyarakat sekitar, serta PMR melakukan kegiatan pertolongan pertama pada siswa yang sakit saat upacara.


Kegiatan Bhakti Sosial OSIS dan Pramuka SMP Negeri 1 Jatipuro

Aset yang ketiga yaitu modal fisik yang merupakan seluruh sarana dan prasarana pendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh sekolah, sebagai contoh dari modal fisik adalah ruang kelas, wifi, listrik, laboratorium, meja, kursi, aula/gedung olahraga, lapangan upacara dan lain-lain.

Laboratorium IPA SMP Negeri 1 Jatipuro

Aula/ Gedung Olahraga SMP Negeri 1 Jatipuro

Lapangan Upacara SMP Negeri 1 Jatipuro

Aset yang keempat adalah modal lingkungan/alam, merupakan sebuah potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup, sebagai contoh adalah lingkungan sekolah yang asri yang digunakan siswa untuk melakukan pengamatan terhadap objek-objek di lingkungan sekolah selama kegiatan pembelajaran. SMP Negeri 1 Jatipuro merupakan sekolah yang terletak diujung selatan kabupaten Karanganyar. Dapat dikatakan sekolah kami merupakan sekolah pinggiran. Akan tetapi walaupun berada di perbatasan Kabupaten Karanganyar dengan Kabupaten Wonogiri, sekolah kami mempunyai banyak prestasi yang tidak kalah dengan sekolah yang ada di kota. Dengan memanfaatkan alam, belajar dari alam, dan bersahabat dengan alam menjadikan proses pembelajaran di sekolah kami semakin menyenangkan, sehingga dapat mencetak prestasi yang gemilang. Hal ini menjadi poin plus dan keunikan tersendiri bagi sekolah kami.

Lingkungan Alam SMP Negeri 1 Jatipuro

Lingkungan Alam Depan Kelas yang Senantiasa Hijau

Aset yang kelima adalah modal finansial yang merupakan dukungan keuangan yang dimiliki sekolah, sebagai contoh dari modal finansial adalah dana BOS yang digunakan sebagai dana operasional keberlangsungan setiap kegiatan yang dilakukan di sekolah. Modal finansial juga didapatkan dari tabungan yang dilakukan oleh warga sekolah sebagai salah satu upaya menanamkan nilai karakter pada warga sekolah, sebagai contoh di sekolah saya diadakan program tabungan mingguan yang dilakukan siswa dengan bantuan tenaga perbankan dari pihak BPR dimana setiap minggu pihak BPR melakukan kegiatan jemput bola dengan mengambil uang yang akan ditabung oleh masing-masing siswa. Selain itu keberadaan koperasi guru dan karyawan juga dapat menjadi salah satu modal finansial yang dapat dikembangkan sebagai bahan pembelajaran kewirausahaan bagi siswa.

Koperasi Sejahtera SMP Negeri 1 Jatipuro

Kegiatan Menabung Siswa SMP Negeri 1 Jatipuro Bekerjasama dengan Bank BPR

Aspek yang keenam adalah modal politik, dimana modal politik adalah keterlibatan sosial atau masyarakat dalam setiap kegiatan yang dilakukan sekolah. Contoh dari modal politik adalah komite sekolah yang berfungsi sebagai penghubung antara sekolah dengan wali murid, contoh lain adalah pelayanan listrik sebagai salah satu penyedia sarana pendukung keberlangsungan tiap kegiatan di sekolah.

Suasana Rapat Komite SMP Negeri 1 Jatipuro

Aset terakhir penyusun komunitas ekosistem sekolah adalah modal agama dan budaya. Modal agama dan budaya merupakan upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis. Contoh dari aset ini adalah pemberlakuan sholat berjamaah sebagai upaya penguatan karakter kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa pada diri warga sekolah. Contoh lain adalah penggunaan baju adat pada hari tertentu sebagai upaya melestarikan warisan budaya daerah, serta pembelajaran seni budaya yang mengajarkan siswa tentang penggunaan alat musik gamelan atau biasa disebut seni karawitan. Seni karawitan di sekolah kami telah berjalan dengan baik dan menorehkan prestasi yang membanggakan, dimana sekolah kami sudah pernah pentas di TA TV. Kesempatan ini menjadi kesempatan langka dan tidak semua sekolah dapat menampilkan prestasi yang dimilikinya di salah satu stasiun TV. Kesempatan ini juga menjadi kesempatan yang sangat baik untuk memperkenalkan sekolah kami ke daerah lain.

Kegiatan Sholat Berjamaah Siswa SMP Negeri 1 Jatipuro

Performa Tim Karawitan SMP Negeri 1 Jatipuro di TA TV Solo

Berdasarkan mind map dari ketujuh aset pendukung komunitas ekosistem sekolah seperti yang terlihat diatas, maka ketujuh aset tersebut saling mendukung satu dengan yang lain. Komunitas ekosistem sekolah akan berlangsung dengan baik apabila ketujuh aset tersebut menunjukkan eksistensinya dari segi keberadaan dan fungsinya, sehingga dari ketujuh aspek tersebut saling menunjukkan hubungan timbal balik yang saling mengisi satu sama lain. Jika ketujuh aset tersebut keberadaan dan fungsinya berjalan dengan baik, maka pencapaian visi dan misi sekolah akan mudah untuk terwujud.

Kamis, 21 April 2022

3.1.a.9. Koneksi Antar Materi - Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Patrap triloka terdiri atas tiga semboyan yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. semboyan tersebut artinya adalah "di depan memberi teladan", "di tengah membangun motivasi", dan "di belakang memberikan dukungan". Di era globalisasi dan perkembangan teknologi digital sekarang ini peran guru sebagai pemimpin pembelajaran betul-betul di tuntut agar mampu mengelola pembelajaran yang berkualitas dengan memanfaatkan seluruh sarana dan prasarana yang tersedia. Guru tidak lagi berperan sebagai orang yang lebih tahu dari siswa, tapi guru diharuslah mampu menjalin kolaborasi dengan siswa dalam proses pembelajaran, karena kehadiran teknologi digital sekarang ini semua informasi dapat diakses oleh siapa saja tanpa ada batas melalui jaringan internet.
Kaitannya dengan hal tersebut, maka di era digital sekarang ini seorang guru harus mampu mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dengan mengacu pada patrap triloka yaitu mampu menjadi teladan, memberi motivasi, dan memberi dukungan kepada muridnya dalam upaya mengembangkan potensi yang dimiliki murid sesuai dengan kodrat zamannya. Pengambilan keputusan seorang guru yang mengacu pada patrap ing ngarso sung tulodho, bahwa keputusan yang diambil seorang guru harus bisa menjadi teladan bagi siapa saja warga belajar yang melaksanakannya. Warga belajar dalam hal ini murid dapat mempercayai bahwa keputusan yang diambil seorang guru merupakan keputusan yang dapat menuntun mereka ke arah pengembangan kompetensi baik akademis maupun sosial dan emosional mereka. Patrap ing madya mangun karso yang merupakan landasan seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan seharusnya bisa terwujud tatkala seorang guru mengambil keputusan yang dapat memotivasi siswa dalam rangka menuju perubahan tingkah lakunya sebagai seorang pembelajar. Perubahan tingkah laku disini berupa aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang timbul dan berkembang dengan adanya motivasi yang terus menerus di lakukan oleh seorang guru. Tut wuri handayani, disini merupakan landasan seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran yang dapat terlihat apabila seorang guru mengambil keputusan dalam rangka peningkatan kompetensi siswa dengan memberikan dukungan terus menerus bagi siswa dalam melakukan kegiatan pembelajarannya secara aktif dan secara kolaboratif membangun secara mandiri konsep pembelajarannya sehingga tanggung jawab seorang guru akan nampak dalam penguatan konsep yang diberikan dalam pembelajaran.

sumber gambar: inimalang.com

Agar dapat menerapkan patrap triloka dalam setiap pengambilan keputusan maka perlu adanya nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri saya sebagai pemimpin pembelajaran. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan diantaranya cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya, kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran (amanah), diplomatis, hormat dan santun, dermawan, suka menolong dan gotong royong, percaya diri, kreatif dan pekerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati, toleransi, kedamaian dan kesatuan. Semua nilai yang tertanam dalam diri saya tersebut sangat membantu saya dalam mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab, tepat, serta tidak memihak salah satu pihak. Sebagai guru sekaligus pemimpin pembelajaran saya berusaha untuk memegang prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang sesuai dengan paradigma pengambilan keputusan dalam menangani suatu persoalan yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.
Dalam mengambil keputusan dapat menggunakan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan. Langkah tersebut antara lain mengenali nilai-nilai yang bertentangan. Hal ini saya lakukan untuk dapat mengidentifikasi permasalahan yang saya hadapi. Setelah itu langkah selanjutnya adalah menentukan siapa saja yang terlibat dalam permasalahan ini. Sehingga saya mengetahui sasaran dari keputusan yang akan saya ambil. Langkah berikutnya yang akan saya lakukan adalah mengumpulkan fakta-fakta yang relevan terkait permasalahan yang saya hadapi. Sebuah keputusan tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan opini kita saja tetapi harus memperhatikan kebenaran-kebenaran yang ada. Setelah mendapatkan fakta-fakta yang relevan, kemudian dapat dilakukan pengujian benar atau salah. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui adakah pelanggaran yang mengakibatkan kasus ini terjadi. Langkah selanjutnya yang akan saya lakukan adalah pengujian paradigma benar lawan benar. Pentingnya mengidentifikasi paradigma ini, bukan hanya mengelompokkan permasalahan, namun membawa penajaman bahwa situasi yang dihadapi betul-betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting. Setelah melakukan ke 5 langkah tersebut, selanjutnya saya akan menentukan prinsip dilema mana yang akan saya gunakan dalam penyelesaian permasalahan ini. Dalam penanganan sebuah permasalah terkadang kita menghadapi dua buah jalan keluar. Pada tahap selanjutnya ini lah saya akan mencari opsi ketiga yang mungkin lebih kreatif untuk menyelesaikan permasalahan ini. Langkah ini disebut dengan Investigasi Opsi Trilema. Setelah mendapatkan beberapa opsi penyelesaian kemudian saya akan menentukan opsi mana yang lebih baik diambil untuk penyelesaian masalah ini. Setelah keputusan saya ambil, dan keputusan itu saya terapkan, tidak lupa saya melakukan refleksi atas keputusan saya tersebut.
Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan ini akan saya terapkan disetiap kasus yang saya hadapi mulai saat ini baik di dalam maupun diluar kegiatan pembelajaran. Karena dengan menerapkan langkah-langkah ini harapannya keputusan yang saya ambil tidak merugikan salah satu pihak. Selain itu, dengan penerapan keterampilan pengambilan keputusan yang benar maka kedepannya akan membawa saya menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang mempunyai kemantapan diri baik dari segi sosial maupun emosional. Prinsip pengambilan keputusan tersebut saya sesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh siswa. Sebagai contoh bila ada kasus yang berhubungan dengan ketidakadilan yang dialami siswa, peran saya sebagai guru sekaligus pemimpin pembelajaran adalah berusaha untuk melakukan coaching sesuai dengan kasus yang dialami siswa dengan harapan siswa dapat menyimpulkan sendiri rencana dan tindak lanjut yang akan dilakukan siswa untuk mengetahui solusi atas permasalahan yang dialami siswa. Dalam melakukan proses coaching dengan siswa maka prinsip pengambilan keputusan sangat perlu dipertimbangkan terhadap siswa. Misalnya dalam kasus mengenai ketidakadilan yang dialami siswa saat siswa yang tidak ikut les privat bersama dengan guru mapel ( Pak Rudi ) mendapatkan nilai yang tidak setara dengan kemampuan yang dimilikinya, maka prinsip Care-Based Thinking sangat diperlukan untuk menuntun siswa menyimpulkan rencana dan tindak lanjut yang perlu dilakukan siswa untuk mendapatkan solusi atas permasalahannya. Sesuai dengan konsep pengambilan keputusan, setelah keputusan diambil maka harus dilakukan pengujian atas pengambilan keputusan. Terkait dengan kegiatan coaching yang saya lakukan bersama dengan siswa maka saya mengambil uji benar atau salah untuk dapat menyimpulkan bahwa keputusan yang diambil siswa bersama dengan guru sudah efektif, salah satunya dengan uji panutan / idola. Dalam uji benar atau salah dalam kasus ini tidak terdapat pelanggaran hukum bila guru mapel Matematika pak Rudi tidak membahas hasil pekerjaan siswa, namun ada pelanggaran peraturan atau kode etik dalam kasus tersebut. Berdasarkan perasaan dan intuisi saya ada yang salah dalam kasus ini yaitu Pak Rudi tidak segera membahas hasil pekerjaan siswa secara langsung didepan kelas. Yang saya rasakan apabila keputusan saya dipublikasi, saya merasa nyaman karena keputusan saya tidak merugikan salah satu pihak. Keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola saya sebagai pengambil kebijakan, kurang lebih sama dengan keputusan yang saya ambil. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma yang terjadi adalah kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty). Prinsip yang akan saya pakai adalah berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking). Murid dengan arahan dan bimbingan saya sebagai coach berencana akan meminta pak Rudi untuk membahas soal-soal tes didepan kelas dan sebagai siswa haruslah tidak berburuk sangka terhadap kesibukan guru. Melalui keputusan ini dapat dilihat bahwa keputusan yang diambil siswa sebagai coachee sudah efektif dan tepat dan dari sini dapat disimpulkan bahwa berprasangka yang baik akan membawa kita menuju penyelesaian masalah yang optimal.

Dalam mengambil kebijakan dan mengambil keputusan seorang guru perlu mempunyai ketenangan dalam bersikap dalam mengambil keputusan berdasarkan hasil pemetaan. Agar dapat memiliki ketenangan ini maka guru maupun murid perlu melakukan pembelajaran sosial dan emosional ( PSE ). Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi), membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab). Kesadaran dan pengelolaan diri saya munculkan dalam mengemukakan pertanyaan tujuan dan identifikasi terhadap permasalahan yang dialami coachee. Kesadaran sosial dan keterampilan membangun relasi juga sudah saya munculkan dalam pertanyaan terkait rencana kedepan yang akan dilakukan coachee agar menyelesaikan kasusnya dengan menemui pak Rudi agar dapat membahas soal-soal didepan kelas sehingga transparansi nilai bisa terlihat, selain itu saya tanamkan dalam diri coachee agar mempunyai prasangka yang positif terhadap guru. Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab muncul dalam proses coaching dimana keputusan Coachee untuk menemui pak Rudi untuk membahas soal-soal didepan kelas adalah langkah yang tepat dan tidak merugikan satu sama lain.
Sebagai seorang pendidik dan pemimpin pembelajaran, guru tentunya sering menghadapi kasus terkait dengan proses pembelajaran. Kasus-kasus ini tidak menutup kemungkinan membawa seorang guru dalam situasi dilema moral, baik dilema etika maupun bujukan moral. Dalam penyelesaian kasus semacam ini, maka perlu penanaman nilai-nilai kebajikan pada diri seorang guru. Sebagai contoh dalam penyelesaian kasus yang telah disampaikan di atas, nilai-nilai kebajikan sangat berperan penting dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil akan tidak merugikan guru ( Pak Rudi ) maupun murid. Dengan semakin banyaknya kasus yang diselesaikan seorang guru, maka secara tidak langsung akan semakin menguatkan nilai-nilai kebijakan pada diri seorang pendidik.
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Keputusan yang diambil harus mengacu pada paradigma dan prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan. Sekolah sebagai suatu sistem dan institusi tentu mempunyai homogenitas dan heterogenitas jika dilihat dari sisi stakeholdernya. Sisi homogenitas tentunya dapat kita lihat dari kesamaan peran antar guru sebagai pemimpin pembelajaran yang menghasilkan keputusan-keputusan untuk dapat dipertanggungjawabkan. Sisi heterogenitas dapat dilihat pada guru dalam mengelola keterampilan sosial dan emosionalnya dalam menangani keberagaman dan kasus siswa. Dalam menuntun kodrat siswa untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan tentunya banyak perbedaan prinsip terkait dengan moral dan etika yang dimiliki oleh guru, sehingga dalam pengambilan keputusan sebisa mungkin kita sebagai guru menghindari pertentangan atau konflik yang terjadi, sehingga peran guru dapat berjalan dengan maksimal.
Akan tetapi, untuk mewujudkan sebuah keputusan yang tepat tidak lah semudah yang kita bayangkan, banyak kendala dan kesulitan terkait proses dari pengambilan keputusan tersebut. Kendala dan kesulitan tersebut diantaranya adalah kurangnya penanaman nilai-nilai kebajikan yang kuat pada diri seorang pendidik, kurangnya kesabaran dalam pemahaman sebuah kasus, serta kurangnya ketelitian dalam penerapan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan. Sebagai contoh dalam penerapan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, sering kali dalam pengambilan keputusan kita hanya mendengarkan informasi dari salah satu pihak tanpa mencari informasi yang relevan lainnya dari sumber yang berbeda. Sehingga kita hanya terfokus pada satu opini saja. Hal demikian maka akan berakibat dengan hasil keputusan yang tentunya akan memberatkan salah satu pihak. Selain itu, masih banyak guru yang beranggapan bahwa masalah atau kasus pembelajaran yang dialami siswa hanya bisa diselesaikan guru BP/BK saja, padahal kita sebagai guru bisa juga berperan sebagai coach maupun konselor yang dapat membantu siswa memberikan solusi atas permasalahan yang dialami siswa.
Pengambilan keputusan sangat berpengaruh terhadap pengajaran yang kita lakukan, maksudnya adalah apakah pengajaran yang kita lakukan dengan memerdekakan murid atau kah pengajaran yang kita lakukan secara konvensional dan berpusat pada guru, semuanya itu tergantung dari nilai-nilai kebajikan universal yang dimiliki oleh guru dengan berlandaskan prinsip pengambilan keputusan untuk membuat pembelajaran secara merdeka atau memerdekakan anak, dimana siswa diberikan kebebasan untuk memanfaatkan sarana dan prasarana, mengeksplorasi dan menghubungkan konsep yang sudah dan akan diketahui atau dipelajari oleh siswa. Seorang guru hendaknya mempunyai wawasan kedepan untuk menuntun segenap kodrat siswa agar menjadi manusia yang selamat dan bahagia. Keterlibatan guru dalam menuntun segenap kodrat anak ini dapat diinterpretasikan sebagai pengajaran yang memerdekakan murid, yaitu dengan semangat dan berlandaskan Patrap Triloka Pendidikan KHD guru berusaha untuk memberikan contoh, motivasi, dan dukungan terhadap semua hal yang dilakukan oleh murid agar pembelajaran yang mereka lakukan dapat bermakna.
Keputusan yang diambil oleh seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran tentulah sebuah keputusan yang bertanggungjawab yang didasarkan pada paradigma dan landasan serta prinsip dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai yang ada dalam diri guru sebagai pemimpin pembelajaran akan mempengaruhi pola berpikir guru tersebut dalam mengambil keputusan sesuai dengan moral dan etika yang ada. Seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran yang berhasil mengambil keputusan melalui uji pengambilan keputusan yang tepat, dapat diartikan bahwa guru tersebut berhasil menuntun dan memotivasi peserta didik dalam perubahan tingkah laku serta menemukan konsep dari pengetahuan yang dia pelajari. Pemimpin pembelajaran mempunyai peran mendidik dengan tujuan menuntun segenap kodrat yang ada pada diri peserta didik agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Hal ini berarti bahwa kita dapat mengeneralisasikan kesimpulan bahwasanya pengambilan keputusan dapat merubah kehidupan atau masa depan peserta didik.
Kesimpulan akhir pembahasan sub modul 3.1 terkait keterampilan pengambilan keputusan ini adalah bahwasanya Patrap triloka terdiri atas tiga semboyan yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal yang ada dalam diri guru. Dalam pengambilan keputusan seorang guru perlu mendapatkan pembelajaran sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional ini bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi), membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab). Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat, seorang guru dapat menerapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan atau masa depan peserta didik yang lebih baik.

3.3.a.10 Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

  3.3.a.10. Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid 1. Aksi Nyata Modul 3.1 SARASEHAN BERBAGI ILMU DAN PENGALAMAN DIK...