<script data-ad-client="ca-pub-5711100486565833" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script> AGUNG KURNIAWAN

Kamis, 14 April 2022

3.1.a.7. Demontrasi Kontekstual -Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Kegiatan Diklat Calon Guru Penggerak menjadi salah satu pengalaman yang sangat berharga yang saya lakukan ditahun ini. Melalui Diklat Calon Guru Penggerak saya mendapatkan banyak ilmu baru, pengalaman baru, serta rekan baru dimana semua ini menjadi warna baru dalam hari-hari saya. Pada kegiatan Diklat Calon Guru Penggerak ini kami CGP mendapatkan banyak materi yang harus dipelajari. Ilmu ini tentunya tidak ada artinya jika hanya sebatas saya simpan untuk saya sendiri, akan tetapi ilmu akan jauh lebih bermakna dan bermanfaat apabila ilmu itu kita praktikkan dan kita bagi dengan rekan kita yang lain. Untuk dapat berbagi ilmu yang saya dapatkan selama mengikuti Diklat Calon Guru Penggerak ini, saya akan melakukan sarasehan atau diskusi kecil dengan rekan-rekan saya. Kegiatan ini dapat saya lakukan disaat ada waktu luang. Dalam berbagi ilmu ini saya tidak akan membuat acara secara formal dimana terkesan saya sebagai pemateri, akan tetapi kegiatan akan saya lakukan dengan santai, bisa saat sedang mengobrol dengan teman atau disela-sela kegiatan meeting lainnya. Selain melalui kegiatan tersebut, saya juga akan mempraktikkan ilmu yang saya dapatkan ini di sekolah tempat saya mengajar. Dengan mempraktikkan ilmu tersebut, secara tidak langsung rekan saya akan memperhatikan dan pelan-pelan akan memahami tentang apa yang saya lakukan tersebut dan harapannya rekan-rekan saya juga dapat mempraktikkanya.
Salah satu contoh ilmu yang dapat saya praktikkan di sekolah adalah peran saya sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengambil sebuah keputusan. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran tentunya saya sering dihadapkan pada kasus yang menuntut saya untuk mengambil keputusan untuk menyelesaikanya. Dalam mengambil sebuah keputusan langkah yang akan saya lakukan terlebih dahulu adalah mengenali nilai-nilai yang bertentangan. Hal ini saya lakukan untuk dapat mengidentifikasi permasalahan yang saya hadapi. Setelah itu langkah selanjutnya adalah menentukan siapa saja yang terlibat dalam permasalahan ini. Sehingga saya mengetahui sasaran dari keputusan yang akan saya ambil. Langkah berikutnya yang akan saya lakukan adalah mengumpulkan fakta-fakta yang relevan terkait permasalahan yang saya hadapi. Sebuah keputusan tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan opini kita saja tetapi harus memperhatikan kebenaran-kebenaran yang ada. Setelah mendapatkan fakta-fakta yang relevan, kemudian dapat dilakukan pengujian benar atau salah. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui adakah pelanggaran yang mengakibatkan kasus ini terjadi. Langkah selanjutnya yang akan saya lakukan adalah pengujian paradigma benar lawan benar. Pentingnya mengidentifikasi paradigma ini, bukan hanya mengelompokkan permasalahan, namun membawa penajaman bahwa situasi yang dihadapi betul-betul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting. Setelah melakukan ke 5 langkah tersebut, selanjutnya saya akan menentukan prinsip dilema mana yang akan saya gunakan dalam penyelesaian permasalahan ini. Dalam penanganan sebuah permasalah terkadang kita menghadapi dua buah jalan keluar. Pada tahap selanjutnya ini lah saya akan mencari opsi ketiga yang mungkin lebih kreatif untuk menyelesaikan permasalahan ini. Langkah ini disebut dengan Investigasi Opsi Trilema. Setelah mendapatkan beberapa opsi penyelesaian kemudian saya akan menentukan opsi mana yang lebih baik diambil untuk penyelesaian masalah ini. Setelah keputusan saya ambil, dan keputusan itu saya terapkan, tidak lupa saya melakukan refleksi atas keputusan saya tersebut.
Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan ini akan saya terapkan disetiap kasus yang saya hadapi mulai saat ini baik di dalam maupun diluar kegiatan pembelajaran. Karena dengan menerapkan langkah-langkah ini harapannya keputusan yang saya ambil tidak merugikan salah satu pihak. Selain itu, dengan penerapan keterampilan pengambilan keputusan yang benar maka kedepannya akan membawa saya menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang mempunyai kemantapan diri baik dari segi sosial maupun emosional. Tidak hanya itu, bahwasanya penerapan keterampilan pengambilan keputusan ini juga akan berdampak terhadap peran saya sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang dapat menuntun segenap kodrat pada diri siswa sehingga menjadi manusia yang selamat dan bahagia.
Terkait dengan peran saya sebagai guru sekaligus pemimpin pembelajaran, tidak hanya sekedar mengajar didalam maupun di luar kelas saja, namun lebih dari itu, peran saya sebagai pemimpin pembelajaran juga membimbing siswa sekaligus membantu permasalahan yang dihadapi siswa dengan mengambil keputusan yang tepat. Dalam melakukan pengambilan keputusan, saya memerlukan Kepala Sekolah sebagai seorang pendamping yang akan menjadi teman diskusi yang akan memberikan masukan terkait langkah yang saya lakukan. Dengan keberadaan Kepala Sekolah sebagai pengambil kebijakan, beliau sudah terbiasa mengambil keputusan saat menghadapi permasalahan. Singkat cerita saja, sebagai contoh bahwa keberadaan LSM ke sekolah-sekolah sering terjadi untuk memantau pengelolaan sekolah baik dari segi keuangan atau yang lainnya, nah peran Kepala Sekolah sebagai pengambil kebijakan di sini sangatlah penting dalam pengelolaan sekolah. Sejalan dengan hal itu, maka saya memerlukan peran dari Kepala Sekolah sebagai pendamping dalam pengambilan keputusan dengan penerapan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang ada.

Selasa, 29 Maret 2022

2.3.a.9 Koneksi Antar Materi - Coaching

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid berupa serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi tolak ukur utamanya adalah bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Langkah yang dapat dilakukan untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di dalam kelas adalah dengan cara guru melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya. Identifikasi kebutuhan murid dapat dilakukan dengan memberikan tes awal dan memberikan angket ataupun dengan pengamatan secara langsung terhadap tingkah laku dan kebiasaan murid. Langkah selanjutnya, guru dapat melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar murid berdasarkan tiga aspek, yaitu kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid.
Dalam mengambil kebijakan ini seorang guru perlu mempunyai ketenangan dalam bersikap dalam mengambil keputusan berdasarkan hasil pemetaan. Sama halnya dengan guru, murid juga memerlukan ketenangan dalam mengenali dirinya sendiri sehingga dapat menentukan minat dan profil belajar mereka. Agar dapat memiliki ketenangan ini maka guru maupun murid perlu melakukan pembelajaran sosial dan emosional ( PSE ). Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi), dan membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).
Untuk menjalani semua proses ini murid memerlukan pendampingan dari guru dimana guru berperan sebagai penuntun dalam sistem Among ( Coach ). Proses pendampingan ini bisa melalui proses coaching. Dimana coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Mengacu pada paradigma pendidikan Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan adalah menuntun segala kodrat yg ada pada murid untuk mencapai kesuksesan dan kebahagian. Maka dalam hal ini guru sangatlah berperan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan dimana guru mempunyai peran sebagai penuntun atau pendamping ( dalam hal ini berperan sebagai coach ) dari murid ( dalam hal ini berperan sebagai coachee ) dalam setiap proses pendidikan yang mereka jalani.
Dalam menjalani proses coaching seorang guru ( coach ) dapat menggunakan model TIRTA. Dimana langkah model TIRTA dapat digambarkan sebagai berikut:
Tujuan
Dalam langkah ini seorang guru dapat menanyakan dan memastikan tujuan yang hendak dicapai oleh murid setelah melakukan proses diskusi ini. Dengan adanya tujuan yang jelas dari murid maka secara tidak langsung murid mempunyai pemahaman atas permasalahan yang dihadapinya serta gambaran tindak lanjut yang akan dia lakukan.
Identifikasi
Dalam kegiatan identifikasi seorang guru akan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menuntun siswa memahami lebih dalam permasalahan yang dihadapi serta menuntun murid untuk mengenali karakteristik dirinya sehingga dapat menentukan sebab dan penyelesaian permasalahan yang dihadapinya.
Rencana aksi
Recana aksi merupakan gambaran tindakan yang akan dilakukan murid setelah murid memahami inti permasalahan yang dia hadapi. Rencana aksi ditentukan oleh murid dengan bimbingan dan dukungan ada guru.
Tanggung Jawab
Dalam tahap ini guru akan menanyakan kembali komitmen murid dalam menyelesaikan permasalahannya. Hal ini dilakukan agar murid benar-benar mempunyai keyakinan dan keberanian untuk menjalankan aksinya. Selain menanyakan keyakinan, guru juga akan menanyakan pihak yang mungkin akan dilibatkan dalam menjalankan aksinya.
Pendampingan dengan pendekatan coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam mengeksplorasi diri dan mengoptimalisasikan potensi guna mencapai tujuan pembelajaran. Harapannya, pendampingan murid melalui pendekatan coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar. Proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam proses coaching dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi diri dan mengembangkannya.

Senin, 14 Maret 2022

2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional.
Agung Kurniawan - CGP Angkatan 4 - Kab. Karanganyar

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid berupa serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi tolak ukur utamanya adalah bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dalam melakukan pembelajaran berdeferensiasi terdapat 3 strategi yang dapat dilakukan guru. Ketiga strategi pembelajaran berdiferensiasi tersebut adalah:
1) Diferensiasi Konten
Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid. Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan tingkat kesiapan, minat, atau profil belajar murid yang berbeda, atau juga kombinasi dari kesiapan, minat, atau profil belajar murid. Equalizer adalah salah satu cara untuk menentukan kesiapan murid. Bahan yang bersifat mendasar misalnya dasar, fakta umum dan prinsip. Untuk anak sudah siap dengan bahan yg bersifat trasformasional dapat diberikan tantangan, pertanyaan pemandu.
2) Diferensiasi Proses
Murid akan lebih memahami informasi yang dipelajari saat kita sudah memetakan kebutuhan belajar murid. Kegiatan difrensiasi proses dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu kegiatan berjenjang dimana semua murid membangun pemahaman dan keterampilan yang sama dengan tingkat dukungan, tantangan dan kompleksitas yang berbeda; menyediakan pertanyaan pemandu atau tantangan yang perlu diselesaikan disudut-sudut minat; membuat agenda individual bagi murid misalnya membuat daftar tugas umum dan individua; memvariasaikan lama waktu yang dapat diambi siswa untuk mengerjakan tugas; mengembangkan kegiatan yang bervariasi untuk mengakomodasi beberapa gaya belajar murid; menggunakan pengelompokoan yang fleksibel
3) Difrensiasi Produk
Merupakan tentang tagihan apa yang yang diharapkan dari murid. Prosduk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus ditunjukkan oleh murid. Produk harus mencerminkan pemahaman murid dan mencerminkan tujuan pembelajaran. Pada dasarnya diferensiasi produk terdiri dari memberikan tantangan dan keragaman/variasi serta memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekpresikan pembelajaran yang diinginkan.
Dalam melakukan pembelajaran berdeferensiasi seorang guru dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid ke dalam 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah kesiapan belajar (readiness) murid, minat murid, dan profil belajar murid. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut. Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respon terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri. Sedangkan profil belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien.
Untuk menentukan strategi pembelajaran berdeferensiasi yang akan dilakukan, seorang guru harus melakukan pemetaan sesuai ke 3 aspek yang dimiliki oleh siswa. Dalam mengambil kebijakan ini seorang guru perlu mempunyai ketenangan dalam bersikap dalam mengambil keputusan berdasarkan hasil pemetaan. Sama halnya dengan guru, murid juga memerlukan ketenangan dalam mengenali dirinya sendiri sehingga dapat menentukan minat dan profil belajar mereka. Agar dapat memiliki ketenangan ini maka guru maupun murid perlu melakukan pembelajaran sosial dan emosional ( PSE ). Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi), membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).
Hal yang dapat dilakukan dalam pembelajaran sosial dan emosional adalah berlatih kesadaran penuh (mindfulness). Kesadaran penuh (mindfulness) dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness). Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan akronim dari: Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan. Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar. Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan. Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif. Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini termasuk bagi pendidik, murid bahkan juga untuk orangtua.
Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem sekolah. Kompetensi sosial dan emosional ( KSE ) yang mendasari kegiatan dari PSE dapat dilihat dalam bagan berikut:

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berdeferensiasi mempunyai keterkaitan dengan pembelajaran sosial dan emosional. Agar dapat melakukan pembelajaran berdeferensiasi secara maksimal maka seorang guru dan juga murid harus mempunyai kesadaran sosial dan emosional yang baik. Kesadaran sosial dan emosional ini dapat dilatih melalui kegiatan pembelajaran sosial dan emosional yaitu dengan melakukan latihan kesadaran penuh (mindfulness). Dimana latihan kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilakukan dengan teknik STOP.

Minggu, 20 Februari 2022

2.1.a.9. Koneksi Antar Materi - Modul 2.1

1. Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid berupa serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi tolak ukur utamanya adalah bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut.
Langkah yang dapat dilakukan untuk menerapkan pembelajaran berdeferensiasi di dalam kelas adalah dengan cara guru melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya. Identifikasi kebutuhan murid dapat dilakukan dengan memberikan tes awal dan memberikan anget atupun dengan pengamatan secara langsung terhadap tingkah laku dan kebiasaan murid.
Langkah selanjutnya, guru dapat melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar murid berdasarkan tiga aspek, yaitu kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid. Setelah melakukan pemetaan kemudian guru menyusun rencana pembelajaran dimana guru dapat memilih pembelajaran yang berdeferensiasi konsep, produk, ataupun proses. Dengan diketahuinya kebutuhan belajar murid berdasarkan ketiga aspek tersebut dan penerapan pembelajaran berdeferensiasi yang tepat, maka kegiatan belajar murid akan berjalan dengan lancar dan menghasilkan pemahaman konsep yang sempurna dari materi yang diajarkan guru.

2. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan diketahuinya kebutuhan belajar murid berdasarkan ketiga aspek yaitu kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid, maka kegiatan belajar murid akan berjalan dengan lancar dan menghasilkan pemahaman konsep yang sempurna dari materi yang diajarkan guru. Disini jelas bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal. Dengan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar siswa, maka guru menjadi tahu bahwa apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan, karena pengetahuan awal atau kesiapan belajar sebanding dengan pengetahuan baru yang diajarkan guru, semakin siap siswa menerima pengetahuan baru, maka semakin maksimal hasil belajarnya. Selain itu jika pembelajaran dilakukan berdasarkan minat dan profil belajar murid maka murid akan lebih bersemangat dan antusias dalam pembelajaran, karena mereka akan menganggap pembelajaran itu mengasikkan, sehingga murid akan lebih mudah memahami konsep materi yang dipelajari.
Jika kita kaitkan dengan materi sebelumnya yaitu tentang budaya positif, kita memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yang berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. Guru harus memahami bahwa kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif oleh karena itu peran guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif. Terkait dengan hal ini, minat merupakan salah satu faktor penentu motivasi yang timbul dari dalam diri murid. Minat belajar akan memotivasi murid untuk belajar hal-hal yang mereka sukai. Dalam konteks pemenuhan kebutuhan belajar murid dari aspek minat belajar, minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, Gagasan guru untuk membedakan pembelajaran melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid dan hasil belajar dapat terraih dengan maksimal pula.
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan belajar murid dari aspek profil belajar, tujuan guru mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien dengan cara dan gaya mereka sendiri. Gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik merupakan ragam cara murid untuk memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Jika pembelajaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar murid sesuai dengan gaya belajar mereka, maka proses belajar murid akan berjalan dengan sempurna dan diperoleh hasil pembelajaran yang maksimal. Hal ini sejalan dengan filosofi pembelajaran Ki Hajar Dewantara. Dimana pembelajaran yang diterapkan adalah “merdeka belajar”. Dalam hal ini murid diberikan kebebasan dalam belajar dan menemukan konsep materi yang dipelajari.

Minggu, 23 Januari 2022

LAPORAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4 – BUDAYA POSITIF

Judul Modul : Meningkatkan Kesadaran Siswa Untuk Mengerjakan Tugas Tepat Waktu
Nama : Agung Kurniawan, S.Pd., M.Pd.

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk menuntun segenap kodrat anak untuk mencapai kebahagian dan keselamatan baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Pendidikan juga sebagai upaya pengisi batin individu dan tidak tergantung pada orang lain tetapi bersandar pada kekuatan diri sendiri. Hal ini sejalan dengan kodrat anak merdeka.
Pendidikan dapat dilakukan dengan sebuah proses pembelajaran. Pembelajaran adalah usaha sadar dan disengaja yang dilakukan oleh pengajar untuk membuat siswa belajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan tingkah laku pada siswa ke arah yang lebih baik. Proses pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Belajar selalu diidentifikasikan sebagai suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan oleh pengalaman. Perubahan yang terjadi pada diri seseorang banyak sekali, baik sifat maupun jenisnya. Belajar itu baru timbul jika seseorang menemui suatu situasi baru dan menghadapinya dengan menggunakan pengalaman yang telah dimiliki.
Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil dari proses belajar tersebut dapat dinilai melalui evaluasi. Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis. Bentuk tes kognitif diantaranya adalah tes atau pertanyaan lisan di kelas, pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif atau uraian bebas, jawaban atau isian singkat, menjodohkan, portofolio, dan performance.
Terkait dengan pemaparan diatas, penugasan yang diberikan guru oleh siswa merupakan bagian yang terintegrasi dalam sebuah penilaian harian. Dalam sebuah penilaian harian unsur penugasan sangat penting perannya dalam evaluasi pembelajaran. Akan tetapi kendala yang timbul dalam penugasan ini adalah kurangnya kesadaran siswa dalam mengerjakan tugas. Banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Peran guru untuk meningkatkan kesadaran siswa untuk mengerjakan tugas sangat penting. Disini dibutuhkan peranan guru sebagai fasilitator dan motivator untuk meningkatkan kesadaran siswa dalam mengerjakan tugas. Berdasarkan hal ini maka saya mengambil tema “Meningkatkan Kesadaran Siswa Untuk Mengerjakan Tugas Tepat Waktu” dalam pengerjaan tugas aksi nyata ini.

B. Deskripsi Aksi Nyata
1. Tujuan
Tujuan dari kegiatan aksi nyata ini adalah :
1) Meningkatkan kesadaran siswa dalam mengerjakan tugas
2) Meningkatkan kesadaran siswa terhadap kewajibanya
3) Meningkatkan peran guru dalam pembelajaran
2. Tolak Ukur
Tolak ukur keberhasilan dalam kegiatan aksi nyata ini adalah :
1) Kesadaran siswa dalam mengerjakan tugas semakin meningkat
2) Kesadaran siswa terhadap kewajibanya semakin meningkat
3) Peran guru dalam pembelajaran semakin maksimal
3. Limimasa Tindakan yang Akan Dilakukan
Limimasa yang dapat dilakukan dalam kegiatan aksi nyata adalah sebagai berikut :
1) Berkoordinasi dengan kepala sekolah terkait dengan kegiatan aksi nyata
2) Membuat instrumen pembelajaran
3) Membuat kesepakatan kelas bersama dengan siswa
4) Melakukan pembelajarn sesuai dengan tema yang diajarkan
5) Memberikan penugasan sesuai tema untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa
6) Memberikan motivasi terhadap siswa untuk menyelesaikan tugas tepat waktu
7) Memberikan motivasi khusus dengan konsep segitiga restitusi terhadap siswa yang tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas
8) Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan
9) Menyusun laporan aksi nyata
4. Dukungan yang Dibutuhkan
Dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :
1) Kepala sekolah
2) Rekan sejawat
3) Orang tua peserta didik
4) Peserta didik
5) Daftar tata tertib sekolah

C. Hasil Aksi Nyata
Kegiatan aksi nyata ini dimulai dengan melakukan koordinasi dengan Kepala Sekolah terkait aksi nyata yang akan dilakukan. Kegiatan ini dilakukan pada hari Selasa, 4 Januari 2022. Pada kegiatan koordinasi dengan kepala sekolah ini saya menjelaskan kegiatan apa yang akan saya lakukan serta memohon untuk diberikan arahan serta izin terkait aksi nyata yang akan saya lakukan.
Gambar 1. Koordinasi dengan Kepala Sekolah
Selain koordinasi dengan Kepala Sekolah, saya juga melakukan koordinasi dengan rekan guru. Kegiatan ini dilakukan pada hari Rabu, 5 Januari 2022. Hal ini saya lakukan karena untuk menubuhkan budaya positif perlu dukungan dan kerjasama dengan semua stakeholder yang ada di sekolah. Dalam kegiatan koordinasi dengan rekan guru ini saya menjelaskan tentang kegiatan yang akan saya lakukan dan mengajak semua rekan guru untuk dapat menerapkan budaya positif di sekolah, khususnya mendisiplinkan penugasan siswa dengan meningkatkan kesadaran siswa untuk mengerjakan tugas tepat waktu.
Gambar 2. Koordinasi dengan Rekan Guru
Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah membuat instrumen pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan pada hari Jum’at, 7 Januari 2022Instrumen yang dibuat berupa RPP, LKS, serta media pembelajaran lain yang mendukung proses pembelajaran.
Gambar 3. Pembuatan Instrumen Pembelajaran
Rencana pembelajaran kemudian dilaksanakan sesuai dengan jadwal harian yang telah dibuat oleh sekolah. Pada kegiatan ini sampel kegiatan saya ambil pada kelas IX C SMP Negeri 1 Jatipuro Tahun Ajaran 2021/2022 pada semester Genap. Kegiatan ini dilakukan pada hari Rabu, 12 Januari 2022. Sebelum memulai pembelajaran, langkah awal yang dilakukan adalah membuat kesepakatan kelas terlebih dahulu, karena ini adalah pertemuan pertama disemester Genap.
Gambar 4. Pembuatan Kesepakatan Kelas
Kesepakatan kelas dibuat bersama antara guru dan siswa. Semua siswa harus berperan dalam pembuatan kesepakatan kelas tersebut karena nantinya kesepakatan kelas harus dijalankan oleh semua siswa. Kesepakatan kelas dibuat dengan kalimat yang mudah dipahami serta mudah diingat oleh setiap siswa.
Gambar 5. Kesepakatan Kelas
Setelah kesepakatan kelas dibuat, pembelajaran dilanjutkan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan ceramah, diskusi, serta tanya jawab. Pada kegiatan pembelajaran menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning, dimana siswa diberikan sebuah permasalahan kemudian siswa diminta mencari solusi dari permasalahan tersebut degan cara diskusi dan mencari literasi yang terkait dengan materi, kemudian dilanjutkan dengan persentasi dan tanya jawab.
Gambar 6. Kegiatan Pembelajaran
Diakhir pembelajaran guru beserta siswa membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari. Guru juga memberikan evaluasi yang berupa penugasan kepada siswa untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Penugasan diberikan guru melalui Microsoft form melalui link https://forms.office.com/r/Szunmz0nkY dimana siswa harus mengerjakan tugas sesuai batas waktu yang telah ditentukan.
Gambar 7. Penugasan Siswa
Diakhir pembelajaran tak lupa guru juga memberikan motivasi kepada siswa agar lebih giat untuk belajar serta mengerjakan tugas tepat waktu. Karena belajar dan mengerjakan tugas tepat waktu adalah kewajiban siswa serta merupakan salah satu isi dari kesepakatan kelas yang telah dibuat.
Gambar 8. Guru Memberikan Motivasi
Berdasarkan kesepakatan, tugas paling lambat dikumpulkan 3 hari setelah pembelajaran dilaksanakan. Setelah selang 3 hari hasil pekerjaan siswa sebagai berikut:
Gambar 9. Hasil Pengumpulan Tugas
Gambar 9 merupakan data anak yang sudah mengerjakan tugas. Dari data tersebut dapat dilihat bahwasanya dari 32 siswa yang ada di kelas IX C yang sudah mengerjakan tugas ada 30 siswa, sedangkan 2 siswa belum mengumpulkan tugas sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Langkah awal yang saya lakukan untuk mengatasi ke dua anak tersebut adalah mengingatkan dan memberikan kelonggaran 1 hari lagi untuk mengerjakan tugas. Akan tetapi sampai dengan batas waktu tenggang yang saya berikan kedua anak tersebut tetap tidak mengerjakan tugas. Sehingga langkah selanjutnya yang saya lakukan adalah menjalankan restitusi dengan tahapan berupa segitiga restitusi. Kegiatan ini dilakukan pada hari Senin, 17 Januari 2022.
Gambar 10. Kegiatan Restitusi
Kegiatan restitusi ini saya lakukan dengan memanggil satu persatu siswa yang melanggar kesepakatan kelas. Siswa saya panggil ke lab komputer dimana tempat tersebut relatif kondusif dan sepi sehingga siswa tidak merasa dihakimi dan dipermalukan.
Restitusi ini cukup efektif dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran siswa tentang budaya positif yang harus mereka tanamkan pada diri mereka. Hal ini dapat dilihat bahwa setalah dilakukan restitusi kedua siswa tersebut selalu mengerjakan tugas tepat waktu di tugas-tugas selanjutnya yang diberikan oleh guru. Selain kedua siswa tersebut, seluruh siswa di kelas IX C juga mengerjakan tugas tepat waktu, bahkan kesadaran mereka untuk mengerjakan tugas semakin meningkat setelah mendapatkan motivasi dan restitusi di kegiatan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari hasil tugas siswa, dimana hampir semua siswa segera mengerjakan tugas setelah diberikan tugas oleh guru tanpa menunda dan menunggu sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Gambar 11. Hasil Penugasan Siswa Setelah Restitusi
Penanaman budaya positif untuk meningkatkan kesadaran siswa untuk mengerjakan tugas tepat waktu ini juga saya terapkan pada semua kelas yang saya ampu yaitu IX A dan IX B. Hasil dari penanaman budaya positif pada kedua kelas ini tidak berbeda jauh dengan hasil dari penerapan budaya positif di kelas IX C.

D. Kegagalan dan Keberhasilan
1. Kegagalan
Motivasi instrinsik pada beberapa siswa dalam melakukan kesepakatan kelas masih rendah. Dalam menumbuhkan motivasi diperlukan pendekatan atau motivasi eksternal secara khusus sehingga siswa secara perlahan tumbuh motivasi untuk menjalaankan kesepakatan kelas.
2. Keberhasilan
Dalam kegiatan ini diperoleh beberapa hasil :
1) Terbentuk keyakinan kelas yang dibuat bersama oleh siswa dan guru
2) Menguatkan karakter positif pada siswa untuk melakukan kewajibannya sebagai siswa
3) Menguatkan karakter positif siswa untuk mengerjakan tugas tepat waktu
4) Menguatkan karakter positif siswa untuk dapat saling menghargai dengan guru maupun sesama siswa
5) Mampu menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan pada siswa sehingga menjadi sebuah pembiasaan dan akhirnya menjadi budaya positif bukan hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan masyarakat

E. Rencana Perbaikan Di Masa Mendatang
Dalam menanamkan budaya positif tindakan perbaikan yang akan dilakukan adalah melakukan evaluasi secara berkala terhadap butir-butir kesepakatan kelas. Jika item butir-butir keyakinan kelas sudah membudaya, maka diganti dengan item lainnya sehingga akan semakin banyak item-item budaya positif yang dapat ditumbuhkan pada peserta didik. Terus menggerakkan serta membangun koordinasi dengan rekan guru untuk menerapkan posisi kontrol dalam menumbuhkan motivasi siswa dan menciptakan budaya positif di sekolah. Serta perlu koordinasi dan kolaborasi dengan orang tua dan guru BK agar penanaman budaya positif lebih cepat terealisasi, berkembang, dan terawat.

Note:
Video Aksi Nyata Sosialisasi Modul 1 CGP juga dapat di lihat dan download di link youtube berikut ini.

3.3.a.10 Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

  3.3.a.10. Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid 1. Aksi Nyata Modul 3.1 SARASEHAN BERBAGI ILMU DAN PENGALAMAN DIK...